Pembelajaran yang menyenangkan itu adalah
pembelajaran yang dirangkai dengan cara yang tidak biasa oleh guru dan anak
didik. Dimana penekanan makna pembelajaran ada pada siswa yang merupakan "pusat" dari kegiatan belajar mengajar (student centre). Untuk itu diperlukan guru yang dapat memfasilitasi kegiatan belajar
yang menarik, kreatif serta menyenangkan bagi siswa.
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, tim AAS merancang metode FUN Learning. Metode FUN Learning adalah suatu metode belajar dimana siswa menjadi pelaku utama dalam proses KBM. Dengan metode ini, kondisi kelas dibuat senyaman mungkin, disertai dengan permainan-permainan edukatif dan stimulus-stimulus dari guru, sehingga informasi yang siswa dapatkan berasal dari pengalaman mereka sendiri. Guru bertugas hanya sebagai fasilitator yang membantu siswa dalam menemukan, mengembangkan dan merumuskan konsep dari suatu materi pembelajaran. Seperti salah satu ungkapan Mel Sieberman (2001) yang memperluas salah satu pernyataan Confucius berikut ini :
Apa yang saya dengar, saya lupa
Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit
Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain, saya mulai paham
Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan
Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai
Metode FUN Learning terdiri dari 3 tahapan utama, yaitu :
Finding :
Uttering :
Pada tahap ini, siswa mengungkapkan dan mendiskusikan hasil tahapannya dengan guru dan teman sekelasnya. Pada tahap ini, guru berperan penting sebagai penguji hasil temuan siswa dan membenarkan apabila ada konsep siswa yang keliru.
Nailing :
Pada tahap ini, konsep yang sudah ada diaplikasikan dan direfleksikan dengan kondisi real, sehingga siswa jadi semakin paham akan materi tersebut.
Sebagai tindak lanjut dari training FUN Learning tahap 1 dan 2, maka kali ini guru SD St Andreas dibekali dengan
training fun learning tahap 3 yaitu tepatnya pada tanggal 20 April 2012. Dalam
training ini penekanan materinya adalah pada kegiatan nailing. Kegiatan nailing yang
dimaksud adalah kegiatan untuk ‘memakukan atau menancapkan’ hal-hal yang telah
dipelajari oleh siswa. Dalam kaitannya pada rangkaian kegiatan belajar di kelas
adalah pada kegiatan refleksi. Diharapkan kegiatan refleksi sebagai cara yang
efektif menolong siswa mengontrol proses berpikir dan perasaannya sendiri
(Barell, 1985) karena seringkali di sekolah sudah didominasi dan dikontrol oleh
orang dewasa. Siswa jarang membuat keputusannya sendiri tentang proses belajar
mereka (Goodlad, 1984).
Guru-guru dibekali dengan tujuan
dilakukannya refleksi di kelas. Dan tak lupa juga bentuk-bentuk refleksi yang
menarik yang dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran di kelas. Beberapa
bentuk refleksi yang disampaikan ke guru-guru adalah:
- Direct reflection (refleksi lisan)
- Jurnal reflection (buku refleksi)
- Group sharing reflection
- Visual reflection
- Game reflection
- Respond ball atau tongkat bicara
- Spider web
- Dengar, lihat, dan rasa
- Finger respond
- Pantomim
Seperti training AAS sebelumnya, maka di awal training, guru diajak melakukan permainan untuk lebih membangun suasana dan kekerabatan di antara rekan guru. Permainan yang dipilih juga berhubungan dengan tema training kali ini.
Permainan di awal training untuk menyemangati guru. Dalam permainan ini guru diminta menuliskan karakter positif tentang rekannya di punggung rekannya
Setelah itu kegiatan training diisi dengan materi tentang pentingnya "Nailing" activity dalam kegiatan belajar mengajar oleh Ibu Septiari Goloa, M.Pd (Cand). Guru sangat antusias dengan rangkaian kegiatan training. Adanya simulasi tentang contoh-contoh kegiatan "nailing" juga membantu guru dalam mengembangkan ide-ide penerapannya di kelas
Guru antusias mendengarkan penjelasan tentang "Nailing" activity dari Ibu Septiari Goloa, M.Pd (Cand)
Salah satu bentuk "Nailing" activity, yaitu dengan spider web
Kegiatan "Nailing" atau seringkali disebut kegiatan refleksi adalah kegiatan yang sering terlupakan padahal punya andil yang penting dalam memfiksasikan konsep yang sudah siswa temukan dan sampaikan di 2 tahapan sebelumnya (finding dan uttering). Kegiatan refleksi hendaknya berisi pertanyaan-pertanyaan terbuka yang mengeksplorasi siswa untuk bercerita atau menyampaikan apa yang ia rasakan / pikirkan tentang materi tersebut.
Apabila dilakukan secara terus-menerus dan dengan cara yang sama, maka kegiatan ini dapat menimbulkan efek bosan. Karena itu, guru dituntut untuk berkreasi dalam menciptakan kegiatan-kegiatan refleksi yang sesuai dengan materi, dan dengan tingkatan kelas siswa.
Siswa kelas kecil (1-3 SD), cenderung belum mampu merefleksikan kegiatannya dalam bentuk tulisan, sehingga "visual reflection" menjadi pilihan yang tepat, dimana siswa dengan bebas menyampaikan pikiran dan idenya dalam bentuk gambar. Agar lebih menarik, visual reflection bisa dilakukan dengan menggunakan spidol warna/i, kertas warna/i, stiker, dll. Hal ini juga turut menstimulus siswa menjadi siswa yang kreatif.
Sedangkan untuk siswa yang cenderung "talk-active", guru bisa memilih kegiatan tongkat bicara / respond ball atau dengan pantomim. Hal ini juga bisa membantu guru dalam kegiatan pengelolaan kelas.
Di akhir training, guru-guru diajak untuk merefleksikan hal-hal apa saja yang sudah mereka dapatkan pada training kali ini. Untuk "Nailing" activity ini digunakan games reflection dengan memainkan "treasure hunt". Dalam permainan ini guru-guru diberikan kertas-kertas dan diminta untuk mencari kata-kata yang mendeskripsikan tentang "Nailing" activity. Ternyata guru-guru sangat menikmati kegiatan ini. Apabila guru saja mengamati, maka para siswa pasti juga akan menikmati "Nailing" activity ini. Dan tidak akan menjadi hal yang sulit untuk mempraktekkannya dalam kegiatan belajar mengajar
"Tetapi bangunan yang dibangun oleh guru akan bertahan sepanjang abad
karena bangunan yang indah dan tak tampak itu adalah jiwa yang kekal dari seorang anak - Anonim"
Metodenya menarik kalau boleh tau ada buku rujukan khusus tidak untuk metode fun learning ini. terimakasih
ReplyDelete