Sebagai makhluk sosial, manusia punya kebutuhan khusus untuk berinteraksi dengan makhluk sosial lainnya. Banyak cara digunakan, namun yang paling efektif adalah melalui komunikasi 2 arah. Tak pelak lagi, komunikasi sudah menjadi kewajiban yang wajib bagi manusia, bahkan dengan kemajuan teknologi, kebutuhan akan komunikasi semakin dipermudah. Tengok saja social media yang banyak menjamur saat ini, mulai dari facebook, twitter, yahoo messenger, dll. Hal ini seakan-akan mengisyaratkan bahwa manusia punya kebutuhan yang tidak bisa diganggu gugat untuk menyampaikan perasaannya, menyampaikan apa yang ia pikirkan, menyampaikan pendapatnya.
"what's on your mind ?"
Begitu sepenggal kalimat dari situs facebook. Hal ini seakan mengindikasikan bahwa manusia punya keinginan dan keharusan untuk menyampaikan pendapatnya. Namun, ada kalanya komunikasi yang tidak efektif justru menimbulkan pertengkaran, bahkan perpecahan. Kemampuan komunikasi akan 2 orang yang berbeda bisa menjadi alasan kegagalan dalam komunikasi. Kemampuan komunikasi ini antara lain dipengaruhi oleh usia, pengalaman, komunitas dan lingkungan tumbuh kembangnya seseorang. Karena itu seringkali terjadinya miss-understanding antar 2 individu yang berbeda usianya, misalnya antara orangtua / guru dengan anak.
Anak-anak sebagai makhluk yang usianya lebih muda dianggap tidak punya kemampuan komunikasi yang mumpuni, sehingga seringkali apa yang mereka sampaikan tidak didengarkan oleh orang yang lebih tua. Memang tidak bisa disalahkan, karena pada dasarnya pengetahuan anak dalam membedakan kenyataan dan khayalan masih dalam tahap perkembangan, sehingga seringkali opini yang mereka nyatakan menjadi tidak berdasar atau bahkan tidak sesuai realita. Namun seperti makhluk sosial lainnya, anak-anak juga punya kebutuhan untuk berkomunikasi dan menyampaikan pendapatnya.
Di sekolah dasar, dimana sebagian besar dari populasinya adalah anak-anak, seringkali ditemui kegagalan dalam berkomunikasi, baik antara anak dengan orang yang lebih tua (guru / kepsek / penjaga sekolah, dll), maupun dengan teman sebayanya. Hal ini diduga dapat menjadi salah satu alasan dari rendahnya daya serap dan penguasaan siswa akan materi yang guru sampaikan. Hal tersebut dapat memicu kendala-kendala bagi guru dalam menerapkan metode pembelajaran yang baru yaitu metode FUN Learning. Oleh karena itu ketika akan memasuki tahap ke-2 dari metode pengajaran FUN Learning, yaitu Uttering (dimana siswa harus mengemukakan pendapatnya tentang pembelajaran yang ia dapatkan dalam tahap Finding), maka tim training AAS berusaha memperlengkapi siswa dengan training "Berani Berpendapat".
Dalam training ini siswa digali terlebih dahulu mengenai pengetahuannya dalam membedakan fakta dan opini. Siswa juga diberitahu betapa pentingnya untuk mengemukakan pendapat, dan yang terakhir tim training siswa AAS memberi tips dan trik dalam mengemukakan pendapat dengan cara yang baik dan benar, sehingga dapat meminimalisir kegagalan dalam berkomunikasi.
Agar kegiatan training menarik, maka tim AAS sudah menyediakan simulasi-simulasi yang menarik. Misalnya untuk kelas kecil (1-4), tim AAS mengajak siswa-siswa St.Andreas untuk berandai-andai menjadi seorang pemadam kebakaran yang harus menyelamatkan korban kebakaran. Namun dia hanya bisa menyelematkan 1 dari 3 korban yang terjebak dalam kebakaran. Siapakah yang siswa pilih??
Sebenarnya dalam simulasi ini tidak ada jawaban yang benar atau salah. Tim AAS hanya ingin melihat sejauh mana pemahaman siswa akan training yang sudah diberikan kepada siswa. Terbukti siswa-siswi SD St.Andreas sudah mampu mengemukakan pendapatnya dengan baik dan benar.
Berikut adalah beberapa dokumentasi training siswa "Berani Berpendapat" :
Berikut adalah beberapa dokumentasi training siswa "Berani Berpendapat" :
Sebelum mulai training, agar siswa lebih bersemangat dan siap mengikuti training, maka tim AAS mengajak siswa menyanyikan yel-yel "Saya Tahu, Sadar, Siap"
Saat penyampaian materi, siswa juga aktif terlibat dalam tanya jawab dan simulasi-simulasi yang membantu pemahaman siswa
Saat trainer bertanya "Sebutkan pentingnya berpendapat dalam kehidupan kita?". Yohanes, siswa kelas 4 menjawab "Untuk menggapai cita-cita kita bu.. Kita bisa jadi presiden seperti Barrack Obama".. Bravo..!!
Dalam simulasi "Pemadam Kebakaran", tim Olivia cs memilih untuk menyelamatkan anak kecil. Menurut Olivia cs, anak-anak masih panjang usianya dan masih bisa melakukan hal-hal yang berguna di masa depannya.. Hmm, betul juga ya.. Good answer..
Banyak hal menarik yang tim training AAS temukan di SD St. Andreas. Ternyata siswa-siswinya sudah cukup kritis dalam menanggapi suatu fenomena. Nah sekarang, tugas guru St. Andreas untuk menstimulasi siswa-siswi St.Andreas, agar potensi mereka dalam berdebat dan berpendapat dapat dikembangkan semaksimal mungkin.
Tak terasa, semua kelas sudah mendapatkan trainng "Berani Berpendapat". Tiba saatnya tim training AAS untuk berpisah dengan siswa-siswi St.Andreas. Sebelum berpisah, tim dan siswa-siswi mengadakan moment foto bersama. Selamat berpendapat siswa-siswi St.Andreas, sampai berjumpa di training selanjutnya...
No comments:
Post a Comment