Header

Thursday, November 24, 2011

Rhee - Form by Michelle Rhee

Kutipan yang sangat bagus dari Henry Brooks Adams yang berkata “Teacher’s affect eternity; no one can tell where their influence stops“, yang artinya seorang guru mempunyai pengaruh yang sangat besar, terutama bagi murid-murid yang di ajarnya. Tidak ada yang tahu, kapan pengaruh guru tersebut akan berakhir. Karena layaknya semen yang basah di tangan tukang bangunan, begitulah anak-anak dalam didikan seorang guru. Mereka akan menjadi seperti apa yang gurunya ajarkan dan ketika semen itu mulai mengering, semen tersebut akan sulit untuk di ubah.


Seperti asal katanya, guru (bahasa sansekerta) adalah seseorang yang memberikan pedoman untuk orang banyak. Sehingga sangat penting untuk seorang guru dapat memaksimalkan dirinya sendiri terlebih dahulu sehingga ia dapat menciptakan generasi-generasi muda yang cemerlang.

Maka selayaknya, sebuah Negara lebih memperhatikan kualitas guru-gurunya. Karena seperti salah satu kutipan dari The Wold Bank yang mengatakan “When children learn, Nations prosper”. Untuk menciptakan suatu bangsa yang dapat berkembang, maka titik mulanya adalah dengan menciptakan anak-anak yang mau belajar. dan untuk mendapatkan pengajaran yang baik, maka perlu adanya peningkatan kualitas dalam tenaga pendidiknya, dalam hal ini guru.

Washington, D.C misalnya, yang merupakan ibukota dari Negara adi daya Amerika Serikat, ternyata juga bermasalah dalam kualitas pendidikannya, terutama di sekolah-sekolah umum. Tidak seperti yang kita bayangkan, ternyata siswa-siswa di sekolah umum di Washington, D.C mempunyai tingkat kemampuan matematika paling rendah dibandingkan negara-negara bagian Amerika lainnya (±8 %).

Adalah Michael Rhee, seorang wanita keturunan Korea Selatan yang pada tahun 2007, akhirnya ditunjuk oleh Gubernur Mayor Adrian Fenty sebagai konselor pendidikan sekolah-sekolah umum di Washington D.C. Michael Rhee sejak awal memang sudah punya ketertarikan dalam bidang pendidikan. Hatinya terpanggil setelah ia menonton tayangan PBS (Public Broadcast Service) tentang pendidikan dan akhirnya mendaftarkan diri sebagai salah satu volunteer bagi Teach For America dan dikirim untuk mengajar di lingkungan yang kurang berkembang di Baltimore-Maryland.

Selama tahun pertamanya, Rhee mengaku banyak mendapat kesulitan. Ia bahkan diminta untuk mencari pekerjaan lain oleh tim yang mensupervisi cara mengajarnya. Namun ia bertekad untuk tidak berhenti dan justru mengikuti kursus-kursus untuk membekali dirinya hingga akhirnya ia mendapat sertifikat mengajarnya. Pada tahun kedua mengajarnya, Rhee harus mengajar kelas yang persentase nilai rata-ratanya hanya 13 %, namun meningkat hingga 90 % pada tahun ketiga Rhee mengajarnya.

Pada tahun 1997, Rhee mendirikan yayasan New Teacher Project, yayasan non-profit yang melatih dan menghasilkan SDM-SDM yang siap untuk menjadi tenaga pengajar. Yayasan ini telah menyediakan guru-guru dengan kualitas terbaik untuk ditempatkan di New York, Philadelphia, Chicago, Miami dan masuk ke Washington D.C di awal tahun 2000.

Dan pada tahun 2007, Rhee akhirnya mau ditunjuk menjadi konselor bagi sekolah-sekolah umum di Washington, D.C, setelah gubernur D.C saat itu, Mayor Adrian Fenty berjanji bersedia mendukung semua program Rhee dan bersedia menerima konsekuensi kebijakan Rhee pada karir politiknya. Dalam kepemimpinannya, banyak kebijakan-kebijakan Rhee yang akhirnya menciptakan kontradiksi karena langkah-langkah perubahan yang diambilnya sangat radikal.  Pada tahun pertama kepemimpinannya, Rhee menutup 23 sekolah negeri, memecat 36 orang kepala sekolah dan kurang lebih 121 orang pegawai pemerintahan. Semuanya ia lakukan berdasarkan hasil dari test standarisasi pendidikan yang telah diuji sebelumnya.

Pada tahun 2008, Rhee menyatakan rencananya untuk memasukkan program early-chilhood, program minat dan bakat, program seni dan musik, serta pelayanan pendidikan khusus bagi sekolah-sekolah di distrik. Rhee juga berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan guru hingga gaji guru dapat mencapai $140,000 berdasarkan dari keberhasilan yang dicapai oleh siswa-siswa didikannya, namun usul ini ditolak oleh serikat pendidikan karena ada hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan ketenaga-kerjaan.

Pada tahun 2010, Rhee dan serikat pendidikan akhirnya sepakat untuk meningkatkan 20 % kesejahteraan guru dan bonus hingga $30,000 untuk guru-guru yang menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam hasil studi siswa-siswanya. Selama masa ini, Rhee memecat 241 guru karena performanya yang tidak sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan dan menetapkan 737 orang guru dengan kategori “dalam pengawasan”. Dibawah kepemimpinannya, terjadi peningkatan dalam persentase nilai siswa-siswa sekolah negeri di Washington D.C. Tingkat kelulusan sekolah menengahnya meningkat dari hanya 3 % hingga mencapai 72 % pada tahun 2009, dan pada tahun 2010 terjadi peningkatan kemampuan akademis siswa yang tadinya hanya 8 % meningkat menjadi 14 % untuk kemampuan matematika dan 17 % untuk kemampuan bahasa.

Selama masa kepemimpinannya, selain pujian, Rhee juga menuai banyak kritikan. Namun hal ini tidak membuatnya menyerah. Bahkan ketika akhirnya Mayor Adrian Fenty kalah dalam pemilihan gubernur periode berikutnya, yang berarti tamat pula karir Rhee sebagai konselor pendidikan sekolah-sekolah umum di Washington D.C, Rhee tetap melanjutkan perjuangannya dengan mendirikan Student First, suatu pergerakan yang mempunyai misi untuk membela anak-anak dalam pendidikan-pendidikan umum di Amerika dan untuk mereformasi dan mentransformasi sistem pendidikan di Amerika sehingga menjadi yang no 1 di dunia.

 Rhee juga tampil dalam acara-acara radio, televisi seperti Oprah’s Winfrey, muncul dalam cover majalah TIME dan menjadi headline di berbagai surat kabar di Amerika karena kegerakannya. Ia merilis film bertitle “Waiting for Superman” yang dengan jelas mendeskripsikan kondisi sekolah-sekolah umum di Amerika. 

Kami sangat tergugah akan semangat Michelle Rhee. Gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan yang ia lakukan sangat berani dan berdampak. Hal yang sama seharusnya juga bisa diupayakan di Negara kita, Indonesia. Mari berjuang bersama, agar kualitas-kualitas tenaga pendidik di Negara kita bisa lebih diperhatikan. Alih-alih mengalokasikan dana APBN hanya untuk mendirikan bangunan-bangunan operasional, akan lebih baik jika dana tersebut dialokasikan untuk meningkatkan dan memperlengkapi guru semaksimal mungkin, sehingga akhirnya terciptalah generasi-generasi penerus bangsa yang luar biasa.
Seperti kutipan The World Bank, “When Children Learn, Nations Prosper


Sumber : 

No comments:

Post a Comment