Header

Tuesday, May 15, 2012

Leader's Coaching St. Andreas


Sebagai seorang pemimpin, seseorang dituntut untuk bisa jadi teladan untuk orang-orang yang dipimpinnya. Tidak bisa dipungkiri, posisi pemimpin punya arti yang krusial dalam suatu organisasi. Ibarat kapal, pemimpin adalah nahkoda yang akan mengarahkan kemana kapal akan berlayar. Nahkoda dengan kemampuan navigasi yang baik akan membawa kapal beserta awaknya ke tujuan dengan selamat dan dalam waktu yang lebih cepat.  Begitu krusialnya fungsi seorang pemimpin dalam suatu organisasi menjadi latar belakang tim training Adopt  a School mengadakan program “Leader’s Coaching”.

Seorang pemimpin yang baik dituntut harus punya karakter yang baik, yang bisa tidak hanya memberikan instruksi / perintah, namun juga bisa mengayomi bawahannya. Dalam bukunya, Tim Elmore mengibaratkan seorang pemimpin itu layaknya tukang roti. Tukang roti ahli dalam membuat roti yang mengenyangkan rasa lapar orang lain. Ia dipenuhi dengan hal-hal yang dapat memenuhi kebutuhan orang banyak, bahkan dirinya sendiri. Dengan usahanya dan keahliannya, makin banyak orang yang datang ke tokonya dan menikmati rotinya. Makin banyak orang yang kebutuhannya terpenuhi. Namun karena kesibukannya untuk memenuhi kebutuhan orang lain, sang tukang roti justru lupa memenuhi rasa laparnya sendiri. Begitu banyak roti di sekelilingnya, namun tak satu pun yang ia makan. 

Terkadang pemimpin juga mengalami hal yang serupa. Dengan kemampuannya, dia mencukupi kebutuhan banyak orang, sehingga banyak orang yang meneladaninya. Namun saking sibuknya memperhatikan orang lain, pemimpin lupa, bahwa sebagai manusia ia juga punya batasan. Dengan terus menerus memberi dan melayani, kebutuhannya untuk diberi dan dilayani menjadi hilang. Akibatnya ia akan menjadi ibarat tanah yang kering, yang terus menerus member makan pada pohon-pohon yang tumbuh di atasnya, namun tidak mendapatkan air dan makanan yang cukup. Melalui Leader’s Coaching, diharapkan, pemimpin-pemimpin bisa diisi kembali, tidak hanya dalam hal pengetahuan, tapi juga dalam hal spiritual, sehingga pemimpin bisa kembali menjadi pribadi yang penuh, yang siap memberi kembali kepada bawahan-bawahannya. Dan ibarat tukang roti yang siap untuk melayani lagi, maka akan menghasilkan roti-roti yang bisa mengenyangkan lebih banyak orang, sehingga toko rotinya pun akan semakin besar.



Leader’s Coaching kali ini bertempat di Sekolah St. Andreas pada tanggal 28 April 2012. Coaching kali ini bertema “Great Teacher, Great Children” yang dibawakan oleh Bapak Markus Kristianto. Seperti biasa, agar peserta coaching lebih bersemangat, maka coaching diawali dengan games interaktif. Setelah games, kegiatan coaching dilanjutkan oleh sessi yang luar biasa dari Bapak Markus Kristianto, dimulai dengan ilustrasi tentang mobil. 

Pak Markus bertanya kepada para pemimpin “Maukah anda jika diberi mobil Jaguar, namun tidak ada dashboardnya??” banyak persepsi dari para pemimpin dan banyak juga yang penasaran akan maksud dari pertanyaan Pak Markus tersebut. Ternyata Pak Markus mengibaratkan para pemimpin itu sebagai mobil, dimana “dashboard” diibaratkan sebagai indicator dari kondisi mobil. Komponen dashboard punya makna masing-masing, yaitu :
  1. Bahan bakar : mengisyaratkan kondisi diri saat ini. Apakah bahan bakar kita masih penuh?? Atau sudah nyaris habis?? Kiranya dengan melihat bahan bakar diri, kita jadi tahu kondisi kita saat ini, kita menjadi tahu batasan kita dan dapat segera mengisi bahan bakar kita sebelum kering.
  2. Spedometer : mengisyaratkan pola kerja kita hari ini. Ada batas aman dan standar dari seseorang dan hendaknya kita tetap berada di dalamnya, tidak terlalu lamban sehingga bisa ketinggalan, tidak terlalu cepat, sehingga akhirnya kita meninggalkan orang-orang di sekeliling kita
  3. Mesin : mengisyaratkan kondisi tubuh  dan kesehatan saat ini. Apakah tubuh dalam kondisi yang prima atau justru sedang mengalami kondisi yang kurang fit. Hal ini akan mempengaruhi produktifitas dan kinerja kita.
  4. Temperatur / Suhu : mengisyaratkan suasana hati saat ini. Apakah hati sedang dalam kondisi stabil, ataukah fluktuatif. Kondisi hati yang berubah-ubah (kadang panas, kadang dingin) dangat berpengaruh, tidak hanya bagi diri sendiri, tapi juga pada lingkungan sekitar. Kondisi hati “yang panas” membuat kita cenderung tidak objektif dan kurang berpikiran terbuka dalam mengahadapi suatu masalah. Hal ini mutlak diperlukan oleh seorang pemimpin. Pemimpin yang baik harus dapat berpikiran terbuka dan objektif apalagi ketika berhubungan dengan bawahannya.

Selayaknya mobil yang harus di cek secara rutin kondisinya, maka kondisi manusia juga harus mengalami cek up. Dengan rajin men cek up diri, kita menjadi tahu kondisi kita saat ini dan perubahan-perubahan / penyesuaian-penyesuaikan apa saja yang diperlukan untuk meningkatkan kondisi diri. 


Namun seringkali kata “perubahan” menjadi momok tersendiri untuk kita. Banyak manusia yang takut akan perubahan karena dianggap berbahaya, dapat mengakibatkan sesuatu yang tidak menyenangkan, dapat merubah habit, dll. Mitos yang salah tentang perubahan membuat manusia membentuk benteng dari perubahan, seperti :

  • Penyangkalan terhadap realitas di sekelilingnya (tidak mau belajar hal yang baru, enggah merubah cara kerja, dsb)
  • Keangkuhan (merasa cara/metode kerjanya yang terbaik, over confident, meremehkan orang lain, dsb)
  • Cepat puas (merasa tidak ada yang perlu ditingkatkan sehingga tidak perlu berubah)
  • Ingin cepat “besar” (terobsesi pada hasil, sehingga kurang memperhatikan proses, terlalu agresif, sehingga kurang berhati-hati, sehingga terlihat berubah namun sebenarnya palsu dan tidak konsisten. Begitu mendapatkan hasil yang diinginkan, maka akan kembali ke cara yang lama)
  • Sindrom mengkotakkan (merasa sudah tahu kemampuannya apa, kekuatannya dimana, sehingga tidak mau belajar hal yang lain karena merasa tidak mampu)



Simulasi "Magic Box" membuktikan bahwa "Perubahan" mutlak dilakukan. Ternyata banyak orang yang masih menggunakan cara lama dalam menyelesaikan masalah yang cenderung berubah-ubah, sehingga akhirnya tidak mendapatkan jawaban dari masalah tersebut



Para pemimpin menyaksikan sebuah video tentang pentingnya melakukan perubahan untuk menjaga kondisi kerja tetap maksimal






Dengan melakukan cek up secara pribadi, para pemimpin diminta untuk mengevaluasi hal-hal apa saja yang perlu di rubah dan hal-hal apa saja yang menghalangi masing-masing pemimpin untuk berubah. Di akhir session, para pemimpin membuat komitmen pribadi untuk “STOP” melakukan hal-hal yang menghalangi perubahan, dan “START” melakukan perubahan-perubahan untuk menjadi pemimpin yang lebih baik lagi


"If your actions inspire others to dream more, learn more, 
do more  and become more
you are the leader" (John Quincy Adams)

Thursday, May 10, 2012

Training Siswa "Berani Berpendapat"

Sebagai makhluk sosial, manusia punya kebutuhan khusus untuk berinteraksi dengan makhluk sosial lainnya. Banyak cara digunakan, namun yang paling efektif adalah melalui komunikasi 2 arah. Tak pelak lagi, komunikasi sudah menjadi kewajiban yang wajib bagi manusia, bahkan dengan kemajuan teknologi, kebutuhan akan komunikasi semakin dipermudah. Tengok saja social media yang banyak menjamur saat ini, mulai dari facebook, twitter, yahoo messenger, dll. Hal ini seakan-akan mengisyaratkan bahwa manusia punya kebutuhan yang tidak bisa diganggu gugat untuk menyampaikan perasaannya, menyampaikan apa yang ia pikirkan, menyampaikan pendapatnya.

"what's on your mind ?" 
Begitu sepenggal kalimat dari situs facebook. Hal ini seakan mengindikasikan bahwa manusia punya keinginan dan keharusan untuk menyampaikan pendapatnya. Namun, ada kalanya komunikasi yang tidak efektif justru menimbulkan pertengkaran, bahkan perpecahan. Kemampuan komunikasi akan 2 orang yang berbeda bisa menjadi alasan kegagalan dalam komunikasi. Kemampuan komunikasi ini antara lain dipengaruhi oleh usia, pengalaman, komunitas dan lingkungan tumbuh kembangnya seseorang. Karena itu seringkali terjadinya miss-understanding antar 2 individu yang berbeda usianya, misalnya antara orangtua / guru dengan anak.

Anak-anak sebagai makhluk yang usianya lebih muda dianggap tidak punya kemampuan komunikasi yang mumpuni, sehingga seringkali apa yang mereka sampaikan tidak didengarkan oleh orang yang lebih tua. Memang tidak bisa disalahkan, karena pada dasarnya pengetahuan anak dalam membedakan kenyataan dan khayalan masih dalam tahap perkembangan, sehingga seringkali opini yang mereka nyatakan menjadi tidak berdasar atau bahkan tidak sesuai realita. Namun seperti makhluk sosial lainnya, anak-anak juga punya kebutuhan untuk berkomunikasi dan menyampaikan pendapatnya. 

Di sekolah dasar, dimana sebagian besar dari populasinya adalah anak-anak, seringkali ditemui kegagalan dalam berkomunikasi, baik antara anak dengan orang yang lebih tua (guru / kepsek / penjaga sekolah, dll), maupun dengan teman sebayanya. Hal ini diduga dapat menjadi salah satu alasan dari rendahnya daya serap dan penguasaan siswa akan materi yang guru sampaikan. Hal tersebut dapat memicu kendala-kendala bagi guru dalam menerapkan metode pembelajaran yang baru yaitu metode FUN Learning. Oleh karena itu ketika akan memasuki tahap ke-2 dari metode pengajaran FUN Learning, yaitu Uttering (dimana siswa harus mengemukakan pendapatnya tentang pembelajaran yang ia dapatkan dalam tahap Finding), maka tim training AAS berusaha memperlengkapi siswa dengan training "Berani Berpendapat".


Dalam training ini siswa digali terlebih dahulu mengenai pengetahuannya dalam membedakan fakta dan opini. Siswa juga diberitahu betapa pentingnya untuk mengemukakan pendapat, dan yang terakhir tim training siswa AAS memberi tips dan trik dalam mengemukakan pendapat dengan cara yang baik dan benar, sehingga dapat meminimalisir kegagalan dalam berkomunikasi.

Agar kegiatan training menarik, maka tim AAS sudah menyediakan simulasi-simulasi yang menarik. Misalnya untuk kelas kecil (1-4), tim AAS mengajak siswa-siswa St.Andreas untuk berandai-andai menjadi seorang pemadam kebakaran yang harus menyelamatkan korban kebakaran. Namun dia hanya bisa menyelematkan 1 dari 3 korban yang terjebak dalam kebakaran. Siapakah yang siswa pilih??
Sebenarnya dalam simulasi ini tidak ada jawaban yang benar atau salah. Tim AAS hanya ingin melihat sejauh mana pemahaman siswa akan training yang sudah diberikan kepada siswa. Terbukti siswa-siswi SD St.Andreas sudah mampu mengemukakan pendapatnya dengan baik dan benar.
Berikut adalah  beberapa dokumentasi training siswa "Berani Berpendapat" :






Sebelum mulai training, agar siswa lebih bersemangat dan siap mengikuti training, maka tim AAS mengajak siswa menyanyikan yel-yel "Saya Tahu, Sadar, Siap" 









Saat penyampaian materi, siswa juga aktif terlibat dalam tanya jawab dan simulasi-simulasi yang membantu pemahaman siswa









Saat trainer bertanya "Sebutkan pentingnya berpendapat dalam kehidupan kita?". Yohanes, siswa kelas 4 menjawab "Untuk menggapai cita-cita kita bu.. Kita bisa jadi presiden seperti Barrack Obama".. Bravo..!!



Dalam simulasi "Pemadam Kebakaran", tim Olivia cs memilih untuk menyelamatkan anak kecil. Menurut Olivia cs, anak-anak masih panjang usianya dan masih bisa melakukan hal-hal yang berguna di masa depannya.. Hmm, betul juga ya.. Good answer..



Banyak hal menarik yang tim training AAS temukan di SD St. Andreas. Ternyata siswa-siswinya sudah cukup kritis dalam menanggapi suatu fenomena. Nah sekarang, tugas guru St. Andreas untuk menstimulasi siswa-siswi St.Andreas, agar potensi mereka dalam berdebat dan berpendapat dapat dikembangkan semaksimal mungkin. 

Tak terasa, semua kelas sudah mendapatkan trainng "Berani Berpendapat". Tiba saatnya tim training AAS untuk berpisah dengan siswa-siswi St.Andreas. Sebelum berpisah, tim dan siswa-siswi mengadakan moment foto bersama. Selamat berpendapat siswa-siswi St.Andreas, sampai berjumpa di training selanjutnya...


Training FUN Learning (Nailing Activity)

Pembelajaran yang menyenangkan itu adalah pembelajaran yang dirangkai dengan cara yang tidak biasa oleh guru dan anak didik. Dimana penekanan makna pembelajaran ada pada siswa yang merupakan "pusat" dari kegiatan belajar mengajar (student centre). Untuk itu diperlukan guru yang dapat memfasilitasi kegiatan belajar yang menarik, kreatif serta menyenangkan bagi siswa.

Untuk menjawab kebutuhan tersebut, tim AAS merancang metode FUN Learning. Metode FUN Learning adalah suatu metode belajar dimana siswa menjadi pelaku utama dalam proses KBM. Dengan metode ini, kondisi kelas dibuat senyaman mungkin, disertai dengan permainan-permainan edukatif dan stimulus-stimulus dari guru, sehingga informasi yang siswa dapatkan berasal dari pengalaman mereka sendiri. Guru bertugas hanya sebagai fasilitator yang membantu siswa dalam menemukan, mengembangkan dan merumuskan konsep dari suatu materi pembelajaran. Seperti salah satu ungkapan Mel Sieberman (2001) yang memperluas salah satu pernyataan Confucius berikut ini :

Apa yang saya dengar, saya lupa
Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit
Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain, saya mulai paham
Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan
Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai

Metode FUN Learning terdiri dari 3 tahapan utama, yaitu :

Finding :
Pada tahap ini siswa diajak untuk menemukan sendiri konsep dari suatu materi.

Uttering :
Pada tahap ini, siswa mengungkapkan dan mendiskusikan hasil tahapannya dengan guru dan teman sekelasnya. Pada tahap ini, guru berperan penting sebagai penguji hasil temuan siswa dan membenarkan apabila ada konsep siswa yang keliru.

Nailing :
Pada tahap ini, konsep yang sudah ada diaplikasikan dan direfleksikan dengan kondisi real, sehingga siswa jadi semakin paham akan materi tersebut.

Sebagai tindak lanjut dari training FUN Learning tahap 1 dan 2, maka kali ini guru SD St Andreas dibekali dengan training fun learning tahap 3 yaitu tepatnya pada tanggal 20 April 2012. Dalam training ini penekanan materinya adalah pada kegiatan nailing. Kegiatan nailing yang dimaksud adalah kegiatan untuk ‘memakukan atau menancapkan’ hal-hal yang telah dipelajari oleh siswa. Dalam kaitannya pada rangkaian kegiatan belajar di kelas adalah pada kegiatan refleksi. Diharapkan kegiatan refleksi sebagai cara yang efektif menolong siswa mengontrol proses berpikir dan perasaannya sendiri (Barell, 1985) karena seringkali di sekolah sudah didominasi dan dikontrol oleh orang dewasa. Siswa jarang membuat keputusannya sendiri tentang proses belajar mereka (Goodlad, 1984).

Guru-guru dibekali dengan tujuan dilakukannya refleksi di kelas. Dan tak lupa juga bentuk-bentuk refleksi yang menarik yang dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran di kelas. Beberapa bentuk refleksi yang disampaikan ke guru-guru adalah:
  • Direct reflection (refleksi lisan)
  • Jurnal reflection (buku refleksi)
  • Group sharing reflection
  • Visual reflection
  • Game reflection
  • Respond ball atau tongkat bicara
  • Spider web
  • Dengar, lihat, dan rasa
  • Finger respond
  • Pantomim
Seperti training AAS sebelumnya, maka di awal training, guru diajak melakukan permainan untuk lebih membangun suasana dan kekerabatan di antara rekan guru. Permainan yang dipilih juga berhubungan dengan tema training kali ini.



Permainan di awal training untuk menyemangati guru. Dalam permainan ini guru diminta menuliskan karakter positif tentang rekannya di punggung rekannya




Setelah itu kegiatan training diisi dengan materi tentang pentingnya "Nailing" activity dalam kegiatan belajar mengajar oleh Ibu Septiari Goloa, M.Pd (Cand). Guru sangat antusias dengan rangkaian kegiatan training. Adanya simulasi tentang contoh-contoh kegiatan "nailing" juga membantu guru dalam mengembangkan ide-ide penerapannya di kelas




Guru antusias mendengarkan penjelasan tentang "Nailing" activity dari Ibu Septiari Goloa, M.Pd (Cand)






Salah satu bentuk "Nailing" activity, yaitu dengan spider web






Kegiatan "Nailing" atau seringkali disebut kegiatan refleksi adalah kegiatan yang sering terlupakan padahal punya andil yang penting dalam memfiksasikan konsep yang sudah siswa temukan dan sampaikan di 2 tahapan sebelumnya (finding dan uttering). Kegiatan refleksi hendaknya berisi pertanyaan-pertanyaan terbuka yang mengeksplorasi siswa untuk bercerita atau menyampaikan apa yang ia rasakan / pikirkan tentang materi tersebut.


Apabila dilakukan secara terus-menerus dan dengan cara yang sama, maka kegiatan ini dapat menimbulkan efek bosan. Karena itu, guru dituntut untuk berkreasi dalam menciptakan kegiatan-kegiatan refleksi yang sesuai dengan materi, dan dengan tingkatan kelas siswa. 


Siswa kelas kecil (1-3 SD), cenderung belum mampu merefleksikan kegiatannya dalam bentuk tulisan, sehingga "visual reflection" menjadi pilihan yang tepat, dimana siswa dengan bebas menyampaikan pikiran dan idenya dalam bentuk gambar. Agar lebih menarik, visual reflection bisa dilakukan dengan menggunakan spidol warna/i, kertas warna/i, stiker, dll. Hal ini juga turut menstimulus siswa menjadi siswa yang kreatif. 


Sedangkan untuk siswa yang cenderung "talk-active", guru bisa memilih kegiatan tongkat bicara / respond ball atau dengan pantomim. Hal ini juga bisa membantu guru dalam kegiatan pengelolaan kelas.


Di akhir training, guru-guru diajak untuk merefleksikan hal-hal apa saja yang sudah mereka dapatkan pada training kali ini. Untuk "Nailing" activity ini digunakan games reflection dengan memainkan "treasure hunt". Dalam permainan ini guru-guru diberikan kertas-kertas dan diminta untuk mencari kata-kata yang mendeskripsikan tentang "Nailing" activity. Ternyata guru-guru sangat menikmati kegiatan ini. Apabila guru saja mengamati, maka para siswa pasti juga akan menikmati "Nailing" activity ini. Dan tidak akan menjadi hal yang sulit untuk mempraktekkannya dalam kegiatan belajar mengajar




"Tetapi bangunan yang dibangun oleh guru akan bertahan sepanjang abad
karena bangunan yang indah dan tak tampak itu adalah jiwa yang kekal dari seorang anak - Anonim"